Sejarah Bhinneka Tunggal Ika, Petikan Karya Mpu Tantular pada Abad Ke-14

Indonesia adalah model negara kaya keberagaman. Umat agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu, ras Melayu Mongoloid, Negroid, Papua Melansoid, dan Wedoid hidup berdampingan dalam wadah Nusantara. Inilah yang menjadi pondasi terbentuknya motto “Bhinneka Tunggal Ika”.

Sejarah Bhinneka Tunggal Ika, Petikan Karya Mpu Tantular pada Abad Ke-14
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika, Petikan Karya Sastra Abad Ke-14 / timurjawa.com


Bhinneka Tunggal Ika Semboyan Indonesia

Meski baru dikukuhkan 5 tahun setelah Indonesia merdeka, sebenarnya sekitar 2 setengah bulan sebelum proklamasi kemerdekaan, Bhinneka Tunggal Ika sudah mencuat ke permukaan, dibincangkan oleh para tokoh penting pergerakan.

Bermula saat Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) membahas rencana kemerdekaan RI. Muhammad Yamin menyumbangkan ide moto Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Republik Indonesia nantinya.

Pada tanggal 11 Februari 1950, dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang diketuai Mohammad Hatta, barulah semboyan Bhinneka Tunggal Ika diresmikan. Bersamaan dengan ditetapkannya garuda sebagai lambang negara.

Karya Sastra Mpu Tantular

Adalah Mpu Tantular seorang pujangga Jawa kuno ternama pada zaman kerajaan Majapahit. Ia berjaya pada masa Hayam Wuruk dengan karya sastranya yang legendaris “Kakawin Arjunawiwaha” dan “Kakawin Sutasoma” di abad ke-14.

Dalam dua masterpiece-nya tersebut, Mpu Tantular yang seorang penganut Buddha juga mengangkat tema ajaran Buddha. Salah satu poin penting dalam tulisannya tersebut, meski Buddha dan Hindu-Siwa hidup dalam batas-batas perbedaan, namun mereka tetap bersatu dalam kebersamaan.

Pada halaman bernuansa toleransi antar Budha dan Hindu-Siwa di Kakawin Sutasoma-lah termaktub kalimat “Bhinneka Tunggal Ika”. Dimana maknanya adalah berbeda-beda tetapi satu jua. Kutipan bait lengkapnya sebagai berikut:


Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,

Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.


Yang artinya:


Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.


Tutur Mpu Tantular yang bijak inilah yang menjadi inspirasi Muhammad Yamin dan founding fathers lainnya dalam memilah semboyan yang cocok untuk Indonesia yang majemuk. Mpu Tantular sendiri dijuluki “Tantular” karena pribadinya yang “tan tular” atau “tidak terpengaruh”, memiliki idealisme yang teguh akan persatuan.

Lebih baru Lebih lama


نموذج الاتصال